Beranda foto Dilaporkan, Terlapor Minta Kepastian Hukumnya

Dilaporkan, Terlapor Minta Kepastian Hukumnya

0

Loading

SANGATTA,Suara Kutim.com (3/4)
Polres Kutai Timur (Kutim) ada masalah besar dibalik sengketa antara masyarakat dan perkebunan. Untuk memproses, siapa yang salah, diakui Kapolres AKBP Edgar Diponegoro, rumit. Didampingi Kasat Reskrim AKP Danang Setiyo Pambudi, terkait sengketa antara warga transmigrasi Satuan Pemukiman (SP-7) Tepian Baru, Bengalon dengan PT Anugerah Energitama (AE) yang diduga telah menduduki lahan warga.
Disebutkan, laporan perusahan terhadap dugaan pencurian buah sawit jalan terus, namun bukan hanya laporan tetapi dibalik itu lebih besar. “Polres sudah ekpose, masalahnya arahnya kemana itu yang belum didapat,” kata Danang.
Seperti diberitakan, Badri, warga SP 7 dilaporkan PT AE ke Polres dengan tuduhan memetik sawit di lahan perusahan. Sementara , Badri lahan yang dijadikan kebun sawit oleh AE merupakan lahan bersertifikat pembagian dari transmigrasi. Meski sudah setahun lebih, ternyata belum ada perkembangan bahkan penyidik telah memanggil Badri dan Ilham, sebagai terlapor.
Belakangan, Ilham menyatakan keheranannya ia dan Badri tidak jelas menjadi apa, pasalnya mereka kerap bolak balik ke Polres untuk diperiksa. “Masalah ini makin seru, apakah kami salah, kalau petik sawit di kebun kami yang punya sertifikat atau tidak. Jadi kami juga ingin masalah ini selesai,” katanya.
Saat diperiksa tahun lalu, Badri, mengaku masuk SP7 pada 2007 lalu. Ia saat itu diberi lahan seluas 2 hektare untuk digarap. Namun pada 2011, datang PT AE untuk menggarap lahan itu dengan alasan untuk kebun plasma. “Kami heran, masak lahan bersertifikat kami dicaplok perusahan untuk kepentingan plasma. Sesuai aturan kan perusahan harus menyiapkan dua puluh persen lahan HGU untuk kebun plasma,” katanya.
Terpisah, Abdul Hakim yang mendampingi 53 KK warga SP7 menerangkan telah melapor ke Polda Kaltim, bahkan ke Menteri Tenaga Kerja dan Tranmigrasi serta Komnas HAM. “Masak warga memetik sawit di lahan mereka yang bersertifikat, tapi malah dilaporkan melakukan pencurian,” terangnya Abdul Hakim.
Ia menuding PT AE mencaplok lahan masyarakat karena surat Pemkab Kutim bernomor 525.26/k.18/hf/2011 yang intinya memberikan kesempatan bagi perusahaan untuk menggunakan lahan warga sebagai lahan plasma. “Surat ini yang kami rasa aneh. Ini bagaimana proses munculnya. Sebab lahan itu lahan hak milik, bersertifikat dari warga tapi dipaksa dijadikan lahan plasma. Karena kejanggalan ini kami lapor ke Polda. Kami menganggap perusahan ini sudah melanggar pasal 385 KUHP karena mencaplok lahan masyarakat. Kasus ini kami laporkan tanggal 4 Juni 2014 lalu,” jelas Abdul Hakim.(SK-02)