SANGATTA (11/9-2019)
Setelah menyandang Kabupaten Layak Anak (KLA), namun berdasarkan evaluasi yang dikoordinir Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kutim, ternyata Kutim sudah mencapai syarakat sebagai KLA Tingkat Madya.
Sekretaris Daerah (Sekda) Kutai Timur, Irawansyah, usai memimpin rapat evaluasi menyebutkan evaluasi difokuskan kepada kesiapan fasilitas sarana dan prasarana seperti Puskesmas, sekolah dan fasilitas umum seperti penyediaan wahana bermain yang aman bagi anak.
KLA Kutim dengan predikat madya, diakuinya, bisa dilakukan asal bisa memenuhi poin yang menjadi standar penilaian. Pemkab Kutim, dijelaskan Irawansyah, berkomitmen mendukung proses pembentukan Kutim sebagai KLA baik anggaran dan penyediaan fasilitas lainnya.
Terpisah, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kutim, Edward Azran, setiap basis poin penilaian yang disuguhkan Pemkab Kutim dalam mengejar predikat KLA Madya harus benar-benar riil dan bukan sekedar suguhan data seperti keberadaan taman literasi, maka wajib dibuktikan dimana posisi dan kordinatnya di lapangan serta benar2 difungsikan sebagaimana standar KLA. “Karena tim bisa saja mengecek lewat satelit atau mereka diam-diam datang melakukan penilaian,” kata Edward.
Edward menyatakan salah satu tujuan dari pembentukan KLA adalah mewujudkan Kaltim sebagai Provinsi Layak Anak. Sementara mewujudkan Kutim sebagai Kabupaten Layak Anak, Pemkab Kutim menargetkan pembentukan Kacamatan Layak Anak yang terbagi dalam 3 zona yakni zona Induk yakni Sangatta Utara dan Sangatta Selatan. Kemudian Zona Pesisir terdiri Rantau Pulung, Bengalon dan Sangkulirang. Sementara Zona Hulu meliputi Muara Wahau atau Kongbeng yang berdampingan dengan Kecamatan Muara Bengkal atau Kecamatan Muara Ancalong.
“Sangatta Utara, Sangatta Selatan, Rantau Pulung dan Sangkulirang, dianggap sebagai kecamatan yang memiliki kesiapan dalam segala bidang dan potensi, hanya belum terinventarisir. Sementara untuk Kecamatan Muara Wahau, Kongbeng, Muara Ancalong dan Muara Bengkal, dipilih sebagai pembanding antara kecamatan yang mapan dan mana yang belum mapan. Dua poin pembanding ini dirasa perlu ditampilkan sebagai penyeimbang dalam pemberian penilaian,” beber Edward dalam rakor yang diikuti berbagai pihak.(SK3)