Ketua MUI Kutai Timur (Kutim) Muhammad Adam tidak semua produk makanan olahan yang saat ini beredar di Kota Sangatta memiliki sertifikasi halal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI). Kepada wartawan, ia menyebutkan banyak produk makanan olahan yang beredar di kota Sangatta tidak memiliki sertifikasi halal terutama produk olahan daging baik daging sapi ataupun ayam.
Selain itu, sejumlah rumah makan di Kutai Timur banyak yang belum mengantongi Sertikat Halal dari MUI. Meski demikian, diakui MUI Kutim belum bisa berbuat banyak jika ada pengusaha atau pedagang yang ingin melakukan sertifikasi halal terhadap rumah makan atau produk makanan olahannya. “MUI Kutim hanya sebagai jembatan untuk menghubungkan dengan MUI Kaltim. Padahal jika mengacu pada instruksi MUI Pusat paling lambat pada 2017 mendatang semua MUI di Indonesia mulai tingkat provinsi hingga kabupaten, wajib memiliki laboratorium uji pangan sendiri di masing-masing daerah. Inilah yang akan segera diusulkan ke Pemerintah Kabupaten Kutim untuk dicarikan solusinya,” terangnya.
Terkait tentang kehalalan dan mekanisme pemotongan daging sapi di Rumah Pemotongan Hewan (RPH) di kawasan Batota Sangatta, Adam mengatakan bahwa RPH tersebut sudah memiliki standar pemotongan dan diyakini kehalalannya. Namun yang kini bermasalahan adalah pemotongan ayam disejumlah pasar.
Ia menyebutkan dari pemantauan, tata cara pemotongan ayam tidak sesuai dengan ajaran Islam terlebih tidak mengucapkan Asma Allah (Bismillah), sehingga diragukan kehalalannya. Ia menandaskan, bagi pedagang ayam tidak menjadi masalah namun menjadi masalah besar bagi masyarakat Sangatta khususnya yang beragama Islam yang mengkonsumsinya karena mengkonsumsi makanan yang disembelih dengan cara tidak Islami dan jelas haram. “Kepada pedagang sebaiknya untuk mempelajari tata cara pemotongan ayam yang isyaratkan Islam, agar ayam yang dipotong benar-benar dijamin kehalalnnya dan pedagang yang menjual aman serta berbekah yang dapat dipertanggujawabkan dunia akhirat,” imbuhnya.(SK3)