SANGATTA (24/10-2018)
Ketua KPU Kutim Fahmi Idris mengakui selama Pemilu dan Pilkada Kaltim digelar, angka partisipasi masyarakat Kutim tergolong rendah, bahkan pada tahun 2015 saat digelar Pilkada Kutim hanya mencapai 48,42 persen, angka itu turun di Pilgub Kaltim tahun 2018 yang hanya mencapai 46,66 persen sehingga posisi Kutim berada paling rendah se Indonesia.
Diakui Fahmi, geografis Kutim membuat animo masyarakat untuk memberikan suaranya melalui bilik TPS, menjadi rendah. Disisi lain, ia mengakui adanya sikap masa bodoh nggak peduli masyarakat sehingga enggan memberikan suaranya. “Kasus keengganan karyawan sebuah perusahaan memberikan suaranya terjadi pada Pilgub Kaltim lalu merupakan cerminan masyarakat kurang peduli, bahkan mereka lebih peduli masuk kerja untuk mendapatkan lembur dengan memanfaatkan waktu libur yang diberikan negara karena hari pemungutan suara,” beber Fahmi.
Ia berharap, sejumlah kasus yang terjadi selama ini tidak terulang di Pemilu dan Pilpres 2019 mendatang. KPU dan Pemkab, ujar Fahmi, mengajak semua warga yang punya hak memilih untuk memberikan suaranya demi pembangunan bangsa.
Sementara Sayuti Iberahi ayuti yang pernah bergelut di dunia jurnalistik mengakui memberikan suara di Pilkada, Pemilu dan Pilpres merupakan hak warga negara yang dilindungi UU sepanjang memenuhi syarat. “Karena hak tentu boleh digunakan, boleh tidak sehongga tidak bisa dilakukan pemaksaan kecuali negara melalui UU menetapkan sebagai kewajiban sehingga ada sanksinya. Meskipun hak, sebaiknya digunakan agar anggaran yang digunakan tidak sia-sia selain itu secara moril ikut membangun demokrasi Indonesia,” ungkapnya seraya menambahkan saat ini warga Kutim yang ditetapkan sebagai pemilih pada Pemilu dan Pilpres 2019 mencapai 224.609 yang nantinya memberikan suara di 963 TPS.(SK12)