Beranda kutim Pilkada Mahal, 325 Kepala Daerah Bermasalah

Pilkada Mahal, 325 Kepala Daerah Bermasalah

0

Loading

Dirjen Otda Djohermansyah Djohan

SANGATTA,Suara Kutim.com
   Selama satu dasawarsa pergerakan reformasi, demokrasi Indonesia berkembang jauh. Namun, dalam implementasi banyak daerah yang bermasalah terutama dengan pemimpinnya karena belum bisa merefleksikan dasar Pancasila sebagai karakter kepemimpinannya.
      Direktur Jenderal (Dirjen)  Otonomi Daerah (Otda) Kementrian Dalam Negeri (Kemendagri) Djohermansyah Djohan, saat menjadi pembicara utama dalam Seminar Nasional Kepemimpinan Nasional yang digagas Pusat Studi Pancasila UGM, Kamis (8/5) menyebutkan selama otonomi daerah kepala daerah terutama bupati dan walikota menjadi sentral dan strategis dimana ada 75 persen kewenangan berada di daerah. “Kedudukan kepala daerah selain sebagai pejabat negara dan kepala eksekutif pemerintah daerah merupakan pemegang kuasa anggaran daerah  sehingga perannya menentukan dalam mengukur performa suatu pemerintah daerah yang berkorelasi erat dengan maju tidaknya pembangunan suatu daerah,” sebut pria yang biasa disapa dengan Djo ini.
            Dalam seminar yang banyak diikuti mahasiswa serta pemerhati pembangunan daerah itu, Dirjen Otda Djohermansyah, diungkapkan biaya Pilkada mencapai 5 persen dari APBD yang digunakan untuk kegiatan KPU, Bawaslu, Keamanan sampai hal-hal internal pemerintah daerah termasuk pengerahan bantuan pengamanan oleh Linmas serta kegiatan monitoring kegiatan Pilkada.
            Menurut Kepala Badan Kesbangpol Kutim Abdul Kadir sebagai wakil Pemkab Kutim, peserta tersentak ketika Kemendagri mengakui biaya Pilkada mahal yang harus dikeluarkan peserta Pilkada diantaranya mahar politik, biaya penggerakan partai dan mesin politik, kampanye, saksi TPS serta penyelesaian kasus di MK.
            Dirjen Djohermansyah menyebutkan sejak tahun 2004 sampai April 2014, terdapat 325 kepala daerah dan wakil kepala daerah bermasalah secara hukum. “Mayoritas mereka tersandung kasus korupsi, meski tidak selalu ada hubungan langsung dengan mahalnya biaya Pilkada namun keadaan ini menggambarkan tersandera untuk mengembalikan modal politik,” ungkapnya.(SK-04)