Beranda kesehatan Soal Difteri, Dinkes Kutim Menunggu Hasil Pengujian Dinkes Kaltim

Soal Difteri, Dinkes Kutim Menunggu Hasil Pengujian Dinkes Kaltim

0

Loading

SANGATTA (29/12-2017)
Dinas Kesehatan Kutim belum melakukan asksi lebih jauh terhadap pencegahan penyebaran bakteri Corynebacterium diphtheriae penyebab difetri, masalnya dua pasien yang kini dirawat di RSU Kudungga Sangatta, belum dipastikan terinfeksi difetri.
Kepala Dinas Kesehatan Kutim Bahrani menerangkan hasil penelitian terhadap kedua pasien masih ditunggu. “Kita belum bisa pastikan apakah kedua pasien yang masih diisolasi di RSU Kedungga itu, positif atau tidak karenanya pemeriksaannya dilakukan tim Dinas Kesehatan Kaltim,” terangnya.
Kepada Suara Kutim.com, Kamis (28/12) disebutkan, jika hasil pemeriksaan positif maka dilakukan tindakan lebih serius diantaranya menyatakan Kutim KLB Difteri. Ia mengakui, dalam penanganan kasus difteri perlakukannya sesuai Standar Prosedur Operasional (SOP) penanganan difteri seperti memberlakukan Outbreak Response Immunization (ORI) atau vaksinasi massal defteri kepada masyarakat.
“Cakupan ORI itu berdasarkan evaluasi, apakah lingkungan RT atau Desa atau bagaimana. Selain itu, perlakuannya tidak jauh berbeda dengan pemnerian vaksin hepatitis. Setiap warga akan diberikan suntik ORI dan wajib diulang beberapa bulan kemudian,” bebernya seraya berharap tidak positif.
Seperti diberitakan, dua warga Sangatta Utara, kini mendapat perawatan khusus di RSU Kudungga Sangatta Utara. Keduanya diduga terkena infeksi bakteri difteri, namun masih dalam observasi.
Pasien yang berusia 30 tahun dan 8 tahun ini, terang Direktur RSU Kudungga, Anik Istiyandari kini mendapat perawatan khusus sesuai standar WHO. “Kini pasien dirawat dalam kamar khusus dan tidak bisa dijenguk bebas, semua dalam pengawasan ketat,” terangnya Kamis (28/12).
Kepada Suara Kutim.com, ia mengakui kedua pasien dirawat sejak Jumat (22/12) lalu dan terus dilakukan oberservasi. Sebagai langkah awal, terangnya semua tenaga medis dan perawat yang ada di RSUD Kudungga secara bertahap mulai diberikan vaksin pencegahan difteri. “Kami mengharapkan masyarakat juga menjaga kondisi kesehatan tubuh dan kebersihan lingkungan, agar terhindar dari penularan difteri,” pesannya.
Lebih jauh, dijelaskan, difteri terjadi akibat infeksi bakteri Corynebacterium diphtheriae yang menyerang selaput lendir pada hidung dan tenggorokan, serta terkadang dapat memengaruhi kulit. Difteri, sebut wanita yang akrab disapa Anik ini, umumnya memiliki masa inkubasi atau rentang waktu sejak bakteri masuk ke tubuh hingga gejala muncul 2 hingga 5 hari seperti terbentuknya lapisan tipis berwarna abu-abu yang menutupi tenggorokan dan amandel, demam dan menggigil, sakit tenggorokan dan suara serak,sulit bernapas atau napas yang cepat,pembengkakan kelenjar limfe pada leher,lemas dan lelah. “Pilek yang awalnya cair, tapi lama-kelamaan menjadi kental dan terkadang bercampur darah,” ungkapnya.(SK2/SK3/SK12)