Beranda ekonomi Bupati Dorong Desa di Kutim Mendirikan PAMDes

Bupati Dorong Desa di Kutim Mendirikan PAMDes

0
Salah satu PAMDes di Gunung Kidul yang berhasil mengolah lahan tandus menjadi sumber air dan pendapatan desa.

Loading

SANGATTA,Suara Kutim.com (7/11)

Bupati Ardiansyah Sulaiman
Bupati Ardiansyah Sulaiman
Kesulitan air bersih yang dialami masyarakat karena Perusahan Daerah Air Minum (PDAM) tidak sanggup untuk melayani baik akibat lokasi yang terpencil dan tidak ekonomis untuk dilayani, kini bisa diatasi dengan PAMdes.
Menurut Bupati Ardiansyah Sulaiman di Kutim untuk memenuhi kebutuhan air bersih setiap desa hingga 2020 akan datang, PDAM Tirta Untung Benua diperkirakan hanya mampu melayani sekitar 51 persen masyarakat Kutim.
Karena kajian itu ujar Bupati Ardiansyah pemkab terus berupaya mencari solusi bagaimana penyediaan air bersih di spot-spot masyarakat yang selama ini kesulitan seperti saat kemarau terjadi. Ia mengakui, pada tahun 2016 ditargetkan tahun 2016 semua ibukota Kecamatan terlayani PDAM, namun masih banyak masyarakat di desa yang tidak akan terlayani. “Saya yakin, dengan mengadopsi PAMdes di Gunung Kidul yang kini sudah jadi model nasional kedepan bisa mengtasi kesulitan air bersih di desa yang tidak terjangkau PDAM di Kutim,” katanya.
Bupati mengakui, dari paparan pengelola PAMdes ternyata biaya tidak mahal seperti PAM mikro dengan kapasitas sekitar 5 liter perdetik hanya butuh dana Rp150-300 juta. Namun harga itu, akan lebih tinggi di Kutim, mengingat kondisi alam, termasuk ketersediaan listrik.
Ia mengakui investasi PAMDes di Kutim, bisa lebih mahal, namun dengan sistim PAMDes menjadi solusi air bersih untuk masyarakat desa terpencil. “Kalau di Gunung Kidul listrik tersedia, maka di Kutim itu belum ada. Jadi yang kami pikirkan adalah mengkombinasikan listrik tenaga surya, dengan PAM masyarakat. Jadi investasinya pasi aka lebih mahal, namun dengan pengelonaan seperti ini, ke depan masalah air bersih, bisa diatasi,” ujarnya saat meninjau sejumlah PAMDes melibatkan sejumlah pejabat termasuk camat.
Terkait dengan perbedaan kultur masyarakat Kutim termasuk SDM, Ardiansyah menyatakan tidak masalah. Karena masyarakat sudah menyatakan siap mengelola PAMDes serta dilatih . Termasuk siap bayar air bersih, sama dengan membayar air PDAM meskipun natinya masyarakat sendiri yang akan kelola angarannya untuk keberlangsungan PAM itu sendiri. “Semua masyarakat mau, karena semua masyarakat itu sama butuh air bersih. Jadi pasti mereka mau, hanya saja, agar bisa mengelola dengan professional, masyarakat akan didik secara profesinal terlebih dahulu,” katanya. (SK-02/SK-03/SK-12)