Beranda ekonomi Hotspot Makin Banyak, UPTD PKHL Minim SDM dan Anggaran

Hotspot Makin Banyak, UPTD PKHL Minim SDM dan Anggaran

0
Salah satu pembukaan lahan oleh masyarakat yang ada di Jalan Pendidikan Sangatta Utara.

Loading

SANGATTA,Suara Kutim.com (16/9)
Harus berhadapan dengan resiko yang besar, mulai dari bahaya terkepung api, belum lagi adanya hewan-hewan buas seperti buaya yang ada di rawa-rawa Sangatta hal yang harus dihadapi anggota Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Penanggulangan Kebakaran Hutan dan Lahan (PKHL) Kutim yang berada dibawah Dinas Kehutanan Kutai Timur.
Menurut Kepala UPTD PKHL Kutim Beni, hampir setiap hari laporan titik hotspot Kutim terutama di Sangatta. Namun karena sebagian daerah sangat jauh dijangkau, UPTD PKHL hanya mampu menangani titik-titik api yang ada di wilayah Sangatta dengan mengandeng UPTD PMK yang dipimpin Failu. “Anggota yang ada hanya berjumlah 15 orang dan peralatan pemadam api seadanya dan cukup tua, karena peninggalan Dinas Lingkungan Hidup (LH) Kutim itupun sudah pada rusak,” ungkapnya.
Informasi yang dihimpun Beni, dari pantauan satelit ada 13 titik api yang tersebar di Kutim. yakni 6 titik di Muara Ancalong, kemudian di wilayah di Muara bengkal, Muara Wahau dan Teluk pandan masing-masing 1 titik, dan 3 titik di Sangkulirang. “Yang terpantau satelit itu umumnya ukurannya tertentu atau dengan kata lain yang besar-besar, sementara yang kerap terjadi di Jalan Pendidikan belum masuk,” terangnya.
Diakui, membakar lahan baik untuk bertani atau berkebun menjadi hal lumrah bagi warga Kutim sehingga saat memasuki musim kemarau banyak lahan pertanian yang dibakar. Ia membenarkan, dengan membakar biaya yang dikeluarkan relative murah bahkan boleh dikata tidak ada biaya cukup sebutir korek api.
Persoalan asap sempat menjadi topik pembahasan Rapat Kominda Kutim awal pekan tadi, dalam rapat yang dipimpin Bupati Ardiansyah Sulaiman dibahas banyak masalah diantaranya soa kekeringan dan asap.
Dalam pertemuan itu, Kadis Kehutanan Edwin bersama Beni mengungkapkan beberapa persoalan termasuk terbatasnya personil dan peralatans serta pembiayaan. “Alokasi anggaran untuk operasional pemadaman api hanya Rp10 juta dalam setahun, termasuk uang makan. Sehingga tidak heran jika mereka terkadang merogoh kocek pribadi untuk membiayai kerja terutama konsumsi saat bekerja,” terang Kadis Kehutanan Edwin.(SK-03/SK-011)