Beranda foto Yatim Piatu Terdampak Pandemi Hadapi Ancaman Eksploitasi

Yatim Piatu Terdampak Pandemi Hadapi Ancaman Eksploitasi

0

Loading

SUARAKUTIM. COM, JAKARTA –  Anak-anak yang kehilangan orang tua akibat COVID-19 rawan menjadi korban eksploitasi. Kekhawatiran terkait ini, antara lain muncul di Nusa Tenggara Timur, sebagai provinsi dengan kasus perdagangan manusia cukup tinggi.

Tidak semua keputusan untuk mengulurkan bantuan bagi anak-anak yang orang tuanya meninggal selama pandemi didasari oleh niat tulus. Karena itulah, aparat pemerintah daerah cukup berhati-hati terkait hal ini.

Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPPA) Provinsi NTT, Iien Adriany, mengungkapkan sejumlah tindak pemanfaatan anak dalam kasus semacam ini. Ada pihak-pihak yang seolah membantu anak-anak tersebut untuk mengakses program bantuan dana dari pemerintah. Namun uang itu digunakan untuk kepentingan sendiri dan tidak diberikan kepada anak bersangkutan.

Modus lain, kata Iien, adalah memanfaatkan mereka dengan cara seolah mengangkat menjadi anak, tetapi hanya menjadikannya sebagai pembantu rumah tangga.

“Setelah dibantu pun harus diikuti, apakah benar-benar dia bantu atau sekadar memanfaatkan. Karena ada, (orang bilang) sudah ikut saya saja, saya rawat. Tapi enggak disekolahkan, cuma disuruh jadi pembantu di rumah. Ini banyak juga yang seperti itu,” kata Iien.

Terkait data jumlah anak-anak yang orang tuanya meninggal akibat COVID-19, Iien Adriany mengaku pihaknya masih berkoordinasi. Dinas-dinas lain juga sedang melakukan pendataan, karena itu harus dilakuan sinkronisasi data di daerah, sebelum masuk ke pusat data nasional.

Selain itu, pendataan juga harus teliti, terutama karena banyak juga anak yang orang tuanya meninggal diduga akibat COVID-19, tetapi tidak melewati proses uji usap yang standar.

“Banyak juga anak yatim piatu itu mungkin secara data dia tidak masuk di dalam data COVID-19. Tetapi dia yatim piatu ditinggal orang tuanya pada saat pandemi ini juga. Kita tidak bisa mengabaikan mereka. Kita tidak bisa hanya mendata yang kemarin pakai swab, nah yang di balik gunung yang nggak pakai swab itu bagaimana?” kata Iien.

Pusat Sediakan Aplikasi Laporan

Data memang masih menjadi persoalan. Menurut data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), NTT baru memasukkan data sembilan anak dari satu kabupaten saja. Padahal ada 22 kabupaten atau kota di provinsi itu.

Untuk mempermudahnya, Kemen PPPA telah merilis RapidPro, aplikasi berbasis platform Whatsapp yang dikembangkan UNICEF. Seperti disampaikan Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak Kemen PPPA, Nahar.

“Kemen PPPA menyiapkan aplikasi untuk orang mudah melaporkan, maka muncul kemudian aplikasi dengan mengunaan Whatsapp dengan RapidPro ini. Kita buat untuk memudahkan,” kata Nahar dalam diskusi yang sama.

Karena menggunakan basis aplikasi perbincangan yang popular, sejak beberapa tahun terakhir RapidPro diandalkan untuk menjaring data langsung dari masyarakat.

Nahar menambahkan, aplikasi ini selain mempermudah juga menjadi sumber data kedua bagi pemerintah. Selama ini, pendataan anak yang kehilangan orang tuanya akibat COVID-19 dilakukan oleh Kementerian Sosial bekerja sama dengan Kementerian Dalam Negeri. Basis data yang digunakan adalah Nomor Induk Kependudukan (NIK). Dalam praktiknya, kata Nahar, banyak ditemukan anak yang belum atau tidak memiliki NIK. Karena itulah, diperlukan sumber data penyerta yang tidak memerlukan NIK dalam penyusunannya.

Diharapkan, masyarakat aktif melaporkan kasus anak kehilangan orang tua terdampak COVID-19, melaui RapidPro.

“Kalau kita mengetahui di lingkungan ada anak yag ditinggal orang tuanya, maka di samping laporan ke Ketua RT atau RW setempat, kita juga bisa melaporkan melalui aplikasi ini, dan bisa langsung tercatat dalam sistem data nasional,” ujar Nahar.

Menurut data yang disampaikan Nahar dalam diskusi ini, sampai 28 Agustus 2021 terdapat 10.097 laporan yang masuk. Sebanyak 4.983 anak perempuan dan 5.113 anak laki-laki. RapidPro juga merinci lebih jauh, siapa yang kemudian merawat anak-anak yang ditinggalkan orang tua korban COVID-19 itu, apakah oleh ibu, ayah, kakek-nekek atau pihak lain. (Voi)