Beranda ekonomi Belum Ada Hutan Adat Dilindungi Perda

Belum Ada Hutan Adat Dilindungi Perda

0

Loading

SANGATTA,Suara Kutim.com (19/2)
Masalah hutan adat dan ulayat harus segera dituntaskan dengan aturan yang jelas dan tegas, jika tidak selalu menimbulkan masalah bahkan konflik sosial berkepanjangan. Selama ini, pemkab diakui Plt Kabag Hukum Setkab Kutim Nora Ramadhani belum pernah mengusulkan Raperda yang melindungi hutan adat dan ulayat. “Selama ini belum ada rujukannya seperti Perda Provinsi Kaltim yang mengatur hutan adat atau ulayat,” terangnya disinggung penyebabn belum adanya Raperda Hutan Adat.
Dijelaskan, perda perlindungan tanah adat dan ulayat sebenarnya tak jauh berbeda dengan Perda Tata Ruang yang harus mengacu atau merujuk pada peraturan pemerintah dan Perda Provinsi. “Bagian Humum saat ini pada posisi menunggu perkembangan pansus yang ada di Provinsi Kaltim yang sedang menggodok Raperda perlindungan tanah adat dan ulayat ini. Walaupun sudah beberapa kali pihak Pemkab diundang ke provinsi untu memberikan masukan terkait hal tersebut, namun hingga kini belum jua membuahkan hasil,” sebut Nora.
Kepada wartawan, Nora, menegaskan ruh dari perda hutan adat dan ulayat adalah bagaimana pemerintah melakukan perlindungan kepada masyarakat adat. Ia mengingatkan, Pemerintah harus memisahkan antara tanah adat dengan tanah negara sesuai putusan Mahkamah Konstitusi MK). “Saat ini lebih dikenal tanah negara yang di dalamnya ada tanah ulayat atau adat. Untuk memutuskan apakah di suatu daerah tersebut ada potensi adat atau ulayat, maka harus dilakukan kajian dan penelitian yang panjang secara akademis,” imbuhnya.
Di Kutim, sebut Nora, tidak ada potensi tanah adat atau ulayat. Hutan adat, diungkapkan berdasarkan penelitian sejumlah profesor menyatakan tidak adanya masyarakat adat yang benar-benar secara kolektif hidup berkumpul dan menetap di sebuah wilayah di Kutim yang menerapkan murni hukum adat di daerahnya sejak dahulu hingga sekarang.
Selain itu, banyak suatu kawasan dimana terjadi pembauran antarsuku sehingga tidak ada lagi suatu suku atau etnis yang secara utuh berdiam dalam suatu kawasan kemudian dengan kesepatan bersama dalam ikatan adat melindungi serta menjaga hutan. “Bahkan banyak suatu wilayah baik desa maupun dusun yang sudah memberlakukan hukum pemerintah atau negara yang ada sekarang,” terang Nora seraya menyebutkan pernyataan sejumlah professor didapatnya dari seminar-seminar.
Namun belakangan ini sejumlah warga masyarakat melaporkan sejumlah perusahaan terutama perkebunan kelapa sawit, telah mencaplok tanah adat atau tanah ulayat. Selain melaporkan, warga masyarakat juga memblokir kegiatan perusahaan.(SK-03)