Beranda kutim Mengapa Kutai Utara Harus Terbentuk : Sarana dan Prasarana Kantor Pemerintah Saja...

Mengapa Kutai Utara Harus Terbentuk : Sarana dan Prasarana Kantor Pemerintah Saja Minim

0
Suasana rapat yang digelar Camat Batu Ampar yang terpaksa harus menggunakan salah satu ruang kecil karena bangunannya kantornya masih pinjam milik perusahaan.

Loading

MASIH panjangnya rentang kendali pembangunan dan pemerintahan, membuat delapan kecamatan di pedalaman Kutai Timur (Kutim) tertinggal dengan kecamatan lain seperti Bengalon, Teluk Pandan serta Rantau Pulung. Untuk sarana dan prasarana pemerintahan seperti kantor camat, umumnya masih semi permanen atau masih menggunakan kayu.
Dengan kondisi demikian, jangan heran rata-rata bangunan sudah banyak bolongnya. Dari 8 kecamatan yang berada dalam wilayah Kutai Utara, hanya Muara Wahau, Muara Bengkal yang sudah permanen selebihnya semi permanen seperti Muara Ancalong, Batu Ampar, Long Mesangat. Kondisi kantor pamong ini jika dibandingkan dengan kantor kepala desa di Pulau Jawa, seperti langit dan bumi.
Terparah Kantor Camat Batu Ampar, boleh dikata jauh dari kata layak untuk sebuah kantor pemerintah yang berfungsi memberikan pelayanan langsung kepada masyarakat. Meski demikian, kegigihan aparat yang berkerja patut diberi apresiasi karena mereka tetap memberikan pelayanan kepada masyarakat meski dalam keterbatasan. “Jangankan kerja dalam ruang ber AC, bisa menggunakan kipas angina Alhamdulillah karena listrik tergangtung ada tidaknya BBM karena menggunakan genset,” kata sejumlah pegawai Kantor Camat Batu Ampar beberapa waktu lalu.
Kondisi memprihatinkan ini juga dialami abdi negara yang mengabdi di sektor pendidikan dan kesehatan, hingga masuk usia 17 tahun Kutai Timur rata-rata fasilutas yang digunakan merupakan bagian dari pelimpahan asset Pemkab Kutai. Sementara sejumlah bangunan baru, rata-rata dibangun semi parmanen.
Banyaknya sarana kesehatan yang dibangun menggunalan kayu tiada lain karena sulitnya membawa bahan bangunan terutama semen, sehingga semua bangunan publik semuanya menggunakan kayu sehingga dalam beberapa tahun sudah terlihat kusam terlebih-lebih tidak adanya dana rehabilitasi.
Selain bangunan yang jauh dari kata harapan itu, ketersediaan listrik juga menjadi keluhan masyarakat. Ini tiada lain, karena listrik yang dihasilkan PLN masih menggunakan diesel dengan bahan utama solar. “Kami ingin juga bisa menikmati listrik siang malam, sehingga usaha bisa maksimal seperti orang kota tapi ada daya malam saja tidak sampai subuh selain itu kerap mati tanpa ada kejelasan,” kata Parlan warga Batu Ampar.(SK-04/SK-11)
.