Beranda ekonomi 9 Desa Jadi Pilot Projek PAMDes

9 Desa Jadi Pilot Projek PAMDes

0
Bupati Ardiansyah Sulaiman saat memimpin rombongan Pemkab Kutim saat berkunjung ke salah satu PAMDes yang dikembangkan Pemkab Gunung Kidul.

Loading

SANGATTA,Suara Kutim.com (20/12)
Pemkab Kutai Timur (Kutim) tahun 2016 mendatang mulai membentuk lembaga pengelola Pengolahan Air Minum desa (PAMdes). Kelembangaan yang melibatkan masyarakar desa ini sebanyak tersebesar 9 desa.
Untuk membentuk lembaga PAMDes yang diharapkan menjadi proyek pilot bagi desa lainnya ini dianggarkan dana sebesar Rp400 juta yang diperuntukan untuk pelatihan pengelolaan air.
Kepala Badan Perencanaan pembangunan Daerah (Bappeda) Kutim, Suprihanto menerangkan untuk membangun PAMdes perlu dibentuk lembaga pengelolanya. “Kelembagaan dibentuk tahun depan. Kemudian dilatih, setelah baru pembangunan fisiknya. Karena hanya membangun lembaganya anggaranya hanya Rp400 juta, karena yang dilatih beragam muai manajemen keuangan, teknik pengelolaan air bersih hingga pemasaran dan pemeliharaan,” bebernya.
Diakui, pembentukan lembaga PAMDes berdasarkan pengalaman di masyarakat Gunung Kidul – DIY dimana kelembagaan yang handal menjadi penentu keberhasilan PAMdes. “Kalau lembaganya tidak siap, IPA dibangun bisa gagal. Karena itu, lembaganya dimatangkan pertamakali, setelah itu dibangun fisik IPA-nya,” ungkap Suprihanto.
Kepada wartawan yang menyambanginya diruang kerjanya belum lama ini, ia mengakui banyak desa di Kutim yang berminat mengelola PAMDEs namun yang terpilih adalah yang dianggap sudah bisa menjadi pionir atau percontohan yang memang sulit dijangkau PDAM.
Seperti diketahui, PAMdes ini diadopsi dari Gunung Kidul, Yogyakarta yang kini menjadi model nasional penyediaan air bersih daerah terpencil. PAMdes diperuntukkan untuk daerah yang secara geografis, kesulitan air bersih sementaraPerusahan Daerah Air Minum (PDAM) tidak sanggup untuk melayani, akibat lokasi yang terpencil, dan tidak ekonomis untuk dilayani.
Kondisi di Kutim diakui Bupati Kutim Ardiansyah Sulaiman hingga 2020 akan datang, PDAM hanya mampu melayani 51 persen penduduk Kutim, sisanya sulit terlayani karenanya dilakukan kajian untuk mencari solusi bagaimana mengatasi masalah pelayanan air bersih di spot-spot masyarakat di Kutim. “Kutim banyak sumber daya alam terutama air untuk bahan baku. Namun karena belum diolah, karena itu masyarakat kesulitan. Tapi dengan sistim pengolahan PAMdes, sumberdaya air yang ada, bisa dimaksimalkan untuk masyarakat. Apalagi, pengelolaan PAMdes, biayanya tidak mahal. Sebab untuk di Gunung Kidul, untuk PAM mikro dengan kapasitas sekitar 5 liter perdetik, hanya butuh dana Rp150-300 juta,” terang Bupati Ardiansyah belum lama ini kepada wartawan.(SK-02/SK-013)